Minggu, 27 September 2009

Contextual Teaching and Learning (CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (baik dalam konteks pribadi, sosial maupun dalam konteks kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

Contoh:

Saya pernah mendengar pengalaman dari salah satu dosen mengatakan bahwa beberapa alumni salah satu perguruan tinggi yang sudah bekerja di bidang IT, selalu menyusun suatu program tanpa perencanaan yang jelas. Mereka membuat sebuah system tanpa mengikuti prosedur, seperti pembuatan system flow, document flow, maupun DFD. Memang dari segi waktu, hal itu akan membutuhkan waktu yang agak lama. Tetapi apakah tidak lebih baik jika seseorang merancang sebuah system dengan membuat desain sementara untuk mendapatkan hasil yang optimal? Karena beliau pernah mengatakan bahwa akibat dari pembuatan system tanpa prosedur yang jelas, maka akan mengakibatkan system tersebut tidak akan bertahan lama. Dari sini saya dapat menyimpulkan bahwa konsep dasar dalam merancang sebuah system harus mengerti teori dasar, seperti kegunaan system flow, document flow,dan DFD. Mungkin hal inilah yang menjadi pemicu kemalasan beberapa mahasiswa yang saya temui karena mereka tidak tahu untuk apa diajarkan ketiga hal tersebut secara berulang – ulang dalam hamper setiap mata kuliah.


Pada hakekatnya, terdapat 7 komponen pembelajaran yang efektif meliputi:


1. Konstruktivisme

Konsep ini menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan itu harus dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba – tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih banyak diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari/atau mengingat pengetahuan.


2. Tanya jawab

Konsep ini berisi kegiatan tanya jawab yang dilakukan, baik oleh guru maupun oleh siswa itu sendiri. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan dari hasil yang ia peroleh, baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang di datangkan ke kelas. Ibarat seorang nelayan memberikan umpan untuk dimakan oleh ikan, demikian juga seorang co-assisten harus bisa merangsang praktikan untuk memiliki semangat bertanya maupun menjawab pertanyaan yang telah diajukan, baik lewat co-assisten maupun sesama prkatikan itu sendiri.


3. Inkuiri

Inkuiri merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.


4. Komunitas belajar

Komunitas belajar adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.


5. Pemodelan

Dalam konsep ini, kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.


6. Refleksi

Refleksi yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.


7. Penilaian otentik

Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.


Terdapat 6 strategi Contextual teaching and learning, antara lain:


1. Problem-based

Dibutuhkan suatu masalah dalam kehidupan nyata untuk bisa merangsang otak siswa agar bisa berpikir kritis atas masalah yang ia peroleh. Demikian juga halnya dengan proses belajar mengajar. Kita harus bisa mengaitkan masalah dalam dunia nyata sebagai salah satu gambaran ilustrasi guna mengantarkan suatu materi yang akan diajarkan sehingga lebih mudah dicerna oleh praktikan. Selain itu, sebagai seorang co-ass, kita harus bisa mengimplementasikan materi yang kita ajarkan dalam dunia nyata.


2. Using multiple contexts

Teori ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari konteks social dan fisik di mana siswa tersebut berkembang. Artinya, agar bisa seorang praktikan menguasai materi praktikum, diperlukan sebuah kerja sama team yang baik guna membangun pengetahuan antara satu sama lain. Hal itu menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk social dan tidak akan mungkin pernah tidak membutuhkan bantuan orang lain, khususnya dalam hal proses belajar mengajar.


3. Drawing upon student diversity

Dengan meningkatnya keanekaragaman, maka akan muncul perbedaan dalam nilai –nilai, adat istiadat social, dan perspektif. Perbedaan ini dapat menjadi dorongan untuk belajar bagi seorang siswa guna menambah kompleksitas pengalaman CTL. Menurut pandangan saya, persaingan antar praktikan yang berbeda daerah, akan menimbulkan suatu semangat untuk mendapatkan nilai yang lebih. Dengan begitu, sebagai seorang co-ass, kita harus bisa memicu adrenalin pada tiap praktikan agar mereka terdorong untuk bisa menjadi yang lebih baik.


4. Supporting self-regulated learning

Sebagai seorang pelajar, siswa dituntut untuk bisa mandiri sehingga mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dalam kehidupan sehari –hari. Untuk bisa melakukannya, siswa harus sadar bagaimana memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan latar belakang pengetahuan. Dari statement di atas, seorang co-ass harus bisa sebagai pembimbing pada tiap praktikannya agar praktikan tersebut tidak mengalami ketergantungan sehingga mampu menjadi mahasiswa/I yang mandiri.


5. Using interdependent learning groups

Siswa akan dipengaruhi oleh dan akan memberikan kontribusi pada pengetahuan dan kepercayaan orang lain. Hal itu dapat dilakukan dengan cara mengadakan kelompok belajar, atau belajar masyarakat, yang didirikan di tempat kerja dan sekolah – sekolah dalam upaya untuk berbagi pengetahuan. Ini juga merupakan salah satu sarana dalam meraih kesuksesan agar para praktikan juga bisa bekerja sama dengan menjalin komunikasi yang baik sehingga timbul unsur rasa percaya antar satu sama lain.


6. Employing authentic assessment

CTL ini dimaksudkan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan dalam cara yang bermakna dengan melibatkan siswa dalam kehidupan nyata. Penilaian pembelajaran harus selaras dengan metode dan tujuan pengajaran. Penilaian otentik menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi. Penilaian otentik digunakan untuk memantau kemajuan siswa dan menginformasikan praktek pengajaran.

Tidak ada komentar: